Aku benar-benar takut. Rendy memang memegang kendali saat ini, apalagi dengan jarinya yang masih sibuk memainkan bibir vaginaku, mudah saja baginya untuk memperawaniku dengan jarinya. Aku berpikir daripada aku diperawani jari-jari Rendy, mungkin lebih baik kalau aku menuruti kemauannya. Aku kembali menangis terisak, namun Rendy tidak menghiraukan tangisanku, ia malah menggosok-gosokkan jarinya di sela vaginaku dengan pelan. Saat itulah aku tersentak sesaat merasakan kenikmatan gosokan jari Rendy di vaginaku. Jujur saja, ini merupakan pengalaman pertama bagiku merasakan kenikmatan seperti itu karena aku tidak pernah beronani sebelumnya. Aku pun merasa tenagaku untuk berontak lenyap seketika.
"Ah..
ohh.. aakh.." tanpa sadar, aku mendesah nikmat karena gosokan jari Rendy.
"Ada
apa, Kak?!" tanya Rendy padaku. "Aahh.. hentikan.. Rendy.. jangan..
auuch.." Suaraku sudah mulai bercampur dengan lenguhanku.
"Lho,
kok kakak mau berhenti? Bukannya rasanya enak Kak?" balasnya setengah
mengejek.
"Eegh..
itu.. itu.." tanpa sadar, aku pun melepaskan rokku yang dari tadi
kupegang, tapi Rendy segera menyibakkan rokku kembali. Rendy terus mengamati
wajahku untuk melihat reaksiku, aku berusaha tidak menatap wajahnya, walaupun
sesekali dapat kulihat ia tersenyum dengan reaksiku. Badanku terasa limbung ke
belakang, tempat meja belajar Rendy berada. Aku pun menyandarkan diri di meja
belajar itu dan kedua tanganku memegang bibir meja itu agar aku tidak jatuh.
Rendy sekarang memegangi rokku dan menekannya di perutku, sehingga rokku
tersibak dan vaginaku terpampang semakin jelas.
"Nah,
kita mulai sekarang ya, Kak?" ujarnya padaku dan ia mulai mempercepat
gosokannya di bibir dan celah-celah vaginaku. Aku pun tidak lagi menolak.
Lagipula, aku tidak ingin Rendy menghentikan aktivitasnya saat ini, aku sudah
terlanjur dikuasai kenikmatan yang melanda tubuhku
"Ouchhh..
aahh.. aahhh.." desahku menahan kenikmatan di vaginaku, akal sehatku sudah
lenyap dan aku sepenuhnya dikuasai oleh kenikmatan di kewanitaanku. Entah
mengapa, fakta bahwa yang mengocok vaginaku adalah muridku sendiri yang masih
SMP malah membuatku semakin bernafsu.
"Aduuh..
aw.. aw.. aww.." rintihan-rintihan kenikmatan keluar dari mulutku setelah
3 menit berlalu sejak bibir kewanitaanku dilayani oleh jari-jari Rendy. Aku pun
sudah tidak tahan lagi, aku merasa akan segera mencapai orgasmeku untuk pertama
kalinya. Namun, tiba-tiba terdengar suara decitan mobil di halaman rumah. Bu
Diana telah pulang! Aku dan Rendy segera menghentikan aktifitas kami, dan aku
segera merapikan celana dalam dan rokku kembali. Kami lalu bergegas kembali ke
meja belajar untuk melanjutkan les. Walaupun aku merasa agak kecewa karena
nyaris saja mencapai orgasme, namun aku tetap melanjutkan mengajari Rendy
walaupun suasana hatiku amat galau saat itu. Akhirnya aku pun selesai mengajar
Rendy hari itu. tapi harus kuakui, Rendy tampak lebih bersemangat menyimak
penjelasanku sehabis kejadian itu. Hanya saja aku tampak kacau karena banyak
hal yang terjadi hari itu. Tapi bagaimanapun aku juga masih bersyukur karena
selaput daraku tidak sampai robek akibat ulah Rendy tadi. Sebelum pulang, Rendy
sempat meminjam Handphoneku. Alasannya, ia mau mengirimkan lagu-lagu baru
untukku, aku pun hanya mengiyakan saja permintaan Rendy itu. Setelah Rendy
mengembalikan Handphoneku, aku pun segera pamit kepada bu Diana dan kemudian
pulang ke tempat kosku. Aku berharap semua kejadian hari ini hanyalah mimpi
buruk semata. Esok harinya, aku pun terbangun dalam keadaan galau. Semalaman
aku mencoba tidur, namun di kepalaku selalu terbayang kejadian kemarin sore di
rumah bu Diana. Akibatnya, bisa ditebak, aku benar-benar merasa amat letih dan
lesu. Aku pun mencoba menyetel lagu yang kemarin diberikan Rendy padaku untuk
mempercerah suasana. Aku lalu membuka handphoneku untuk mendengarkan lagu. Tapi
aku tidak menemukan satupun file musik baru di handphoneku, malahan, lagu-lagu
koleksiku banyak yang terhapus. Penasaran, aku pun memeriksa isi handphoneku.
Sekarang, di bagian video, malah ada sebuah video yang berukuran ekstra besar.
Penasaran dengan video di handphoneku, aku pun mulai memutar video itu. Astaga!
Aku benar-benar terkejut setengah mati saat melihat diriku yang sedang
memamerkan celana dalam di hadapan Rendy terekam di video itu dan bagaimana
Rendy memainkan jari-jarinya di vaginaku juga terlihat dengan amat jelas dari
arah samping. Saat itulah aku baru ingat bahwa saat aku memamerkan
selangkanganku, sebuah handycam milik Rendy tergeletak di ranjangnya yang ada
di samping meja belajarnya. Berarti, Rendy secara diam-diam berhasil merekam
adegan mesumku! Tidak terbayang bagaimana perasaanku saat itu. Rasa letih d an
lesu yang menyerangku dari pagi kini ditambah dengan perasaan cemas dan takut
kalau video itu disebarluaskan, apalagi wajahku tampak jelas di video itu. Aku
bingung, apa yang harus kulakukan? Bagaimana apabila video itu sudah
disebarluaskan? Aku pasti diberhentikan dari universitas. Parahnya lagi, aku
pasti akan dianggap sebagai perempuan rendahan oleh masyarakat. Bagaimana
caraku menjelaskan pada keluargaku tentang video itu? Bayangan-bayangan itu
terus berkecamuk didalam pikiranku selama seharian penuh. Walaupun begitu, sore
harinya aku kembali berangkat menuju rumah bu Diana untuk mengajari Rendy. Saat
aku datang, bu Diana masih belum pulang karena harus menyelesaikan proyek di
studionya. Aku pun segera menemui Rendy untuk menyelesaikan masalah ini.
Kebetulan, Rendy yang membukakan pintu untukku. Seolah ia sudah lama menunggu
kedatanganku.
"Halo,
Kak Erina. Bagaimana, video klip lagunya bagus tidak?" tanyanya dengan
nada mengejek.
"Rendy, kenapa kamu sejahat itu dengan
kakak?! Buat apa kamu merekam video beginian sih?! Belum cukup kamu
mempermainkan kakak kemarin?!!" jawabku dengan perasaan kesal bercampur
cemas.
"Waah,
kenapa Rendy dibilang mempermainkan kakak? Bukannya kemarin kakak terlihat
nyaman saat aku layani?" Mata Rendy tampak semakin merendahkanku.
"Sudahlah!
Mana videonya? Cepat berikan ke kakak!!" perintahku.
"Tenang
saja kak, videonya Rendy simpan dengan baik kok. Jadi kakak tenang saja!"
Aku mengepalkan tanganku, menahan berbagai macam emosi yang bergejolak di dalam
hatiku.
Nyaris
aku kembali menangis karena rasa cemas yang semakin kuat mencengkeram diriku,
namun aku berusaha mengendalikan diri. Aku sadar aku tidak bisa mengambil jalan
kekerasan untuk menghadapi Rendy, karena malah akan membuat masalahku tambah
runyam.
"Oh
iya, Rendy juga belum memperlihatkan videonya ke orang lain. Waah, sayang
sekali ya kak? Padahal videonya bagus kan?" lanjutnya.
Mendengar
pernyataan Rendy itu, aku merasa melihat secercah cahaya dan harapanku sedikit
pulih. Namun masih saja aku merasa tegang dan cemas. Aku pun berusaha membujuk
Rendy untuk menyerahkan video itu padaku.
"Rendy,
kakak mohon.. berikan video itu ke kakak, ya? Tolong jangan sakiti kakak
lagi.." aku memohon meminta belas kasihan pada Rendy.
"Hmm..
kalau begitu, kakak harus mau menuruti perintahku lagi, aku berjanji akan
memberikan videonya ke kakak."
"Kakak
mohon, Rendy.. Jangan lagi.." air mataku kembali mengucur saat mendengar
syarat yang diajukan Rendy. Berarti aku harus kembali merendahkan diriku
dihadapannya.
"Kakak
mau atau tidak?! Kalau tidak, ya sudah! Kakak bisa melihat videonya di internet
besok pagi." Ketusnya tanpa menghiraukan perasaanku.
Aku
pun tidak punya pilihan lain, selain menuruti kemauan Rendy. Tampaknya percuma
saja aku berusaha meminta belas kasihan anak ini. Yang ada di pikirannya saat
ini pasti hanyalah keinginan untuk mempermainkan diriku sekali lagi. Terpaksa
aku harus melayani permintaannya lagi agar video itu kudapatkan.
"Baiklah,
kakak mengerti.. Kakak akan menuruti perintahmu, tapi kamu harus berjanji akan
memberikan video itu ke kakak!" jawabku memberi persetujuan.
"Beres,
Kak!" Kali ini Rendy tampak girang sekali saat mendengar kalimat
persetujuanku itu.
"Nah,
sekarang apa yang kamu mau?!" Tanyaku tidak sabaran
"Tunggu
sebentar dong Kak.. Jangan buru-buru! Kalau sekarang pasti cuma sebentar karena
Mami sebentar lagi pulang."
"Lalu,
kamu maunya kapan?" "Nah, kebetulan 2 hari lagi Mami akan berangkat
ke luar negeri, soalnya Mami akan memperagakan busana pengantin buatannya di
pameran."
"Lalu
kenapa?" "Kebetulan minggu depan ada ulangan yang penting, jadi aku
boleh tinggal di rumah ini sampai mami pulang. Selama itu, aku mau kakak untuk
tinggal bersamaku di rumah, sambil mengajariku! Bagaimana? Kita bisa
bersenang-senang sampai puas kan, Kak?"
"Memangnya
sampai kapan bu Diana ada di luar negeri?" tanyaku kembali.
"Yaah,
karena Mami juga mau ketemu Papi di Jerman, makanya Mami tinggal di sana selama
2 minggu."
"Tapi
apa bu Diana akan mengizinkan kakak untuk tinggal disini?"
"Tenang
saja, kak! Biar nanti Rendy yang bicara dengan Mami." Ujarnya meyakinkanku.
Aku
menghela nafas sejenak sambil berpikir menimbang-nimbang permintaan Rendy.
Sebenarnya aku tidak begitu rugi apabila aku menginap di rumah bu Diana. Aku
bisa menghemat uang kosku selama setengah bulan kalau aku menginap di rumah bu
Diana. Lagipula aku akan lebih bisa mengawasi Rendy untuk belajar menghadapi
ujian semesternya yang kian mendekat, dengan begitu, aku bisa mendapat
kesempatan untuk mengamankan pekerjaanku. Sebenarnya yang perlu kulakukan
hanyalah memastikan kalau Rendy tidak "mengerjaiku" lebih parah dari
kemarin.
"Baiklah,
kakak setuju. Tapi kamu juga harus berjanji, kamu harus belajar yang rajin
selama kakak tinggal di rumahmu." Anggukku sambil memberinya penawaran.
"Berees,
kak! Asal kakak mau menurutiku selama itu, aku pasti belajar!" jawabnya
dengan bersemangat.
"Iya,
iya.." balasku dengan perasaan agak lega.
Kami
lalu segera beranjak ke kamar Rendy dan aku pun mulai mengajarinya. Tapi hari
ini ada yang berbeda dari Rendy. Ia tampak lebih serius dan bersemangat dalam
menyimak penjelasanku. Kurasa dia sudah cukup senang saat mendengar aku akan
menginap di rumahnya 2 hari lagi. Tak lama kemudian, kudengar suara bu Diana di
lantai bawah.
"Nah,
Mami sudah pulang! Kakak tunggu sebentar ya! Aku mau bicara dulu dengan
Mami!" Rendy segera beranjak dari kursinya dan keluar dari kamarnya tanpa
menghiraukanku.
Sayup-sayup
kudengar suara percakapan Rendy dengan bu Diana, namun aku tidak dapat
mendengar dengan jelas apa yang mereka katakan. Sambil menunggu Rendy, aku
mempersiapkan soal-soal latihan yang akan kuberikan untuknya nanti. Sekitar 5
menit kemudian, Rendy kembali ke kamarnya bersama bu Diana.
"Halo, Erina. Rendy meminta saya untuk
mengizinkanmu tinggal di rumah ini selama saya tidak di rumah."
"Eh?
I.. iya, bu Diana! Rendy memberitahu saya kalau ia ingin mendapat les tambahan
dari saya selama bu Diana tidak dirumah.. Katanya.. untuk persiapan ujian
semester.." ujarku dengan agak gugup.
Wah,
kebetulan sekali kalau begitu! Soalnya tante Rendy juga akan ikut ke Jerman.
Makanya tadi saya sempat mengajak Rendy untuk ikut. Tapi karena ada ulangannya
yang penting, Saya jadi ragu-ragu."
"Jadi?"
tanyaku "Kalau kamu mau, Saya memperbolehkan kamu tinggal disini selama
saya tidak dirumah. Tapi saya juga meminta kamu untuk mengurus Rendy selama
itu. Sebagai gantinya, saya akan berikan tambahan bonus untukmu di akhir bulan
ini. Bagaimana?" Jawab bu Diana memberikan tawaran.
"Baik,
bu Diana. Saya setuju!" anggukku sambil tersenyum. Sekarang aku mendapat
tambahan keuntungan dengan menerima tawaran Rendy.
Dengan
bonus yang disediakan bu Diana dan penghematan uang kosku selama setengah
bulan, aku bisa menambah uang tabunganku sekaligus membiayai sebagian
keperluanku bulan depan.
"Baguslah!
Kalau begitu, Erina, tolong kamu siapkan barang-barangmu yang akan kamu bawa
untuk tinggal disini. Lusa nanti saya akan menjemputmu sebelum kamu mengajar
Rendy." Ujar bu Diana.
"Iya,
bu Diana!" aku mengiyakan permintaan bu Diana.
Setelah
menyelesaikan tugasku hari itu, aku segera bergegas pulang untuk mulai mengemas
barang-barangku. Untunglah aku tidak memiliki banyak barang selain pakaian dan
perlengkapan-perlengkapan kecil milikku. Aku juga memberitahu pemilik rumah
kosku bahwa aku akan pindah selama setengah bulan. Syukurlah mereka mau
mengerti dan bersedia menyimpankan kamar bagiku apabila aku kembali.
2
hari kemudian, bu Diana dan Rendy pun datang menjemputku sebelum aku mengajar
Rendy. Aku lalu diantar ke rumah mereka. Aku diizinkan untuk tidur di kamar
tamu di lantai bawah. Malam harinya, aku diberitahu bu Diana tugas-tugasku di
rumah itu selama bu Diana di luar negeri. Aku diminta untuk mengerjakan
beberapa pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci dan membersihkan
rumah. Aku sudah terbiasa memasak dan mencuci sendiri sejak kecil, maka tugas
ini tidak lagi sesulit yang kubayangkan. Lagipula untuk keperluan sehari-hari,
bu Diana sudah menyuruh anak buahnya untuk mengantar bahan makanan dan supir
studio untuk mengantar-jemput kami. Apabila ada hal lainnya yang diperlukan,
aku hanya perlu menelepon studio untuk meminta bantuan mereka. Esok harinya, bu
Diana sudah berangkat saat aku pulang dari kuliah. Sehingga hanya ada aku dan
Rendy sendiri di rumah. Aku segera menuju kamar mandi untuk membersihkan
tubuhku. Seusai mandi, aku benar-benar terkejut saat melihat semua pakaian
milikku menghilang. Hanya ada satu pelaku yang dapat melakukan hal ini! Aku
lalu menutupi tubuhku dengan selembar handuk yang untungnya, tidak sempat
diambil oleh "pencuri" itu. Aku segera naik ke lantai atas untuk
mengambil kembali pakaian milikku.
"Rendy!
Reendyy!! Buka pintunya!" Seruku sambil menggedor kamar Rendy.
Pintu
kamar itu sedikit dibuka dan wajah Rendy muncul dari sela-sela pintu kamar itu.
"Ya, ada apa kak?!" tanyanya padaku.
Namun matanya segera melirik tubuhku yang
hanya berbalutkan sebuah handuk dan ia tersenyum cengengesan melihat keadaanku.
"Wah,
waah.. Kakak sudah tidak sabaran ya?" tanyanya sambil tertawa kecil.
"Huuh!
Dasar usiil!! Ayo, kembalikan baju kakak!!" gerutuku. "Lhooo..
memangnya baju kakak kuambil? Apa ada buktinya?"
"Kalau
bukan kamu siapa lagii? Sudah, ayo cepat kembalikan baju kakak!"
"Kak,
kalau menuduh orang tanpa bukti itu tidak baik lho! Hukumannya, aku tidak mau
memberitahu dimana kusembunyikan baju kakak, Hehehe.." Rendy tersenyum
mengejekku dan menutup dan mengunci pintu kamarnya dihadapanku.
"Aah!
Hei, Rendy! Tunggu duluu.." protesku, tapi Rendy sudah keburu menutup
pintu kamarnya sambil mengejekku dibalik pintu. Aku pun terpaksa menggigil
kedinginan, suhu di rumah itu dingin sekali karena dipasangi AC, ditambah lagi
aku baru saja mandi dan sekarang tubuhku hanya ditutupi oleh selembar handuk
saja. Selama beberapa menit aku terus menggedor pintu kamar Rendy dan berusaha
membujuknya, namun ia sama sekali tidak menggubrisku.
"HATSYII..!!!" Karena tidak biasa,
aku pun bersin akibat pilek karena suhu dingin itu. "
Kak!
Kakak pilek, ya?" tiba-tiba terdengar suara Rendy dari balik pintu.
"I..
iya.. Rendy, tolong... kembalikan pakaian kakak.. disini dingin sekali.. kakak
tidak tahan.." "Oke deh, tapi kakak harus mau memakai pakaian yang
kuberikan ya!"
"Iya..
iya.. cepat doong... Kakak kedinginan disini.." pintaku pada Rendy Rendy
kembali keluar dari kamarnya.
Ia melihat sekujur tubuhku yang menggigil
kedinginan. Anehnya, raut wajahnya tampak berubah, ia tidak lagi tampak senang
ataupun puas mengerjaiku. Kini ia tampak agak gelisah.
"Haa..
HATSYII!!!" kembali aku bersin dihadapannya. Kulihat raut wajahnya semakin
cemas saja melihat keadaanku.
"Ayo
Kak, ikut denganku!" pinta Rendy padaku yang segera kuturuti saja. Rendy
menuntunku ke ruang disebelah kamarnya. Pintu ruang itu dikunci, namun Rendy
segera membuka pintu itu dengan sebuah kunci di tangannya. Begitu aku masuk,
aku takjub melihat puluhan helai gaun pengantin putih dalam berbagai ukuran dan
model yang tergantung rapi di kamar itu. Berbagai aksesoris pengantin wanita
juga tertata rapi bersama gaun-gaun itu. Rupanya kamar itu adalah kamar desain
bu Diana sekaligus tempatnya menyimpan hasil rancangannya yang belum dikirim ke
studio.
"Kak,
aku minta kakak memakai baju itu." ujar Rendy seraya menunjuk ke arah
sehelai gaun pengantin putih yang dipasang di sebuah mannequin.
"Apaa?!
Kenapa kakak harus memakai baju seperti itu? Memangnya kakak mau menikah,
apa?!" jawabku setengah tak percaya, setengah kebingungan.
"Ya,
sudah! Kalau kakak tidak mau, kakak boleh memakai handuk itu saja kok!"
balas Rendy.
"Iyaa!
Dasar!! Kamu mintanya yang aneh-aneh saja!!" ujarku agak kesal.
Terpaksa
kuturuti permintaan Rendy, daripada pilekku semakin parah. "Oh iya
Kak!"
"Apa
lagii?" "Pakaiannya yang lengkap ya, Kak! Soalnya baju itu sudah 1
set dengan aksesorisnya!" pinta Rendy.
"Jangan
lupa juga untuk merias diri dengan kosmetik Mami ya Kak! Sudah kusiapkan
lhoo.." imbuhnya.
Aku
menghela nafas dan menutup pintu kamar itu. Memang kulihat gaun itu dilengkapi
dengan mahkota, sarung tangan, bahkan stocking dan sepatu yang semuanya
berwarna putih susu. Luar biasa! Sejenak aku kagum dengan kepandaian bu Diana
dalam merancang gaun itu, komposisi yang disusunnya benar-benar serasi. Aku
lalu menuruti perintah Rendy untuk memakai semua pakaian itu dengan lengkap.
Berat bagiku memang, karena aku belum pernah memakai gaun pengantin sebelumnya.
Setelahnya, aku pun merias diriku dengan kosmetik milik bu Diana. Kulihat semua
kosmetik itu buatan luar negeri. Aku sendiri agak canggung untuk memakai
kosmetik-kosmetik itu, mengingat harganya yang selangit bagi mahasiswi
sepertiku. Tapi setidaknya, aku mendapat sebuah kesempatan untuk mencoba
kosmetik-kosmetik itu, maka aku berusaha untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan
ini. Setelah beberapa lama, aku akhirnya selesai mempengantinkan diriku.
Kubuka
pintu kamar itu dan seperti yang sudah kuduga, Rendy sedari tadi sudah
menungguku di depan pintu. Ia tampak amat terpana melihatku yang berbusana
pengantin itu. Busana pengantinku berupa sebuah gaun pengantin putih yang indah
sekali. Atasan gaun memiliki sepasang puff bahu yang terikat dengan sepasang
sarung tangan satin dengan panjang selengan di kedua tanganku yang kini
menutupi jari-jariku yang lentik. Di bagian perut dan dada gaunku bertaburan
kristal-kristal imitasi yang samar-samar membentuk sebuah pola hati. Bagian
pinggang gaun itu memiliki hiasan kembang-kembang sutra yang melingkari bagian
pinggang gaun itu seperti sebuah ikat pinggang yang seolah menghubungkan atasan
gaunku dengan rok gaun polos yang dihiasi manik-manik membentuk hiasan
bunga-bunga yang bertebaran disekeliling rok gaunku. Pinggulku dipasangi pita
putih besar. Aku juga memakaikan rok petticoat di pinggangku agar rok gaunku
tampak mengembang. Rendy sendiri tampak kagum melihat cantiknya wajahku yang
sudah kurias sendiri; kelopak mataku kurias dengan eye-shadow berwarna pink dan
alsiku yang kurapikan dengan eye-pencil. Sementara lipstick yang berwarna pink
lembut kupilih untuk melapisi bibirku yang tampak serasi dengan riasan bedak
make-upku. Riasan mahkota bunga putih tampak serasi dengan rambut
hitam-sebahuku yang kubiarkan tergerai bebas. Aku telah memasang stocking sutra
berwarna putih yang lembut di kakiku yang dilengkapi dengan sepasang sepatu hak
tinggi berwarna putih yang tampak serasi seperti gaun pengantinku. Tubuhku juga
kuberi parfum melati milik bu Diana sehingga sekujur tubuhku memancarkan aroma
melati yang amat wangi.
"Nah,
bagaimana?" ujarku pada Rendy yang masih melongo melihat penampilanku.
"Hei!
Kok malah bengong sih?!" seruku, yang segera menyadarkan Rendy dari
lamunannya.
"E..
eh.. ccantik sekali Kak!" jawab Rendy tergagap-gagap, aku tertawa kecil
melihat tingkahnya yang kebingungan.
"Kak,
ini.. buat kakak.." Rendy mengulurkan setangkai mawar merah kepadaku.
Mawar merah yang indah itu tampak segar berkilauan.
"Waah,
terima kasih ya!!" otomatis aku mencium bunga itu untuk menghirup
aromanya. Sejenak aroma yang menyengat memasuki hidungku aku pun langsung
merasa pandanganku tiba-tiba kabur dan tubuhku terasa lemas. Aku pun ambruk
tidak sadarkan diri. Sayup-sayup kulihat senyuman Rendy, aku berusaha untuk
tetap sadarkan diri, namun mataku terasa berat sekali dan akhirnya aku menutup
kelopak mataku. Entah apa yang terjadi pada tubuhku, namun saat aku sadar, aku
melihat diriku sudah terbaring mengangkang di sebuah ranjang canopy dalam
keadaan berbusana pengantin lengkap. Kedua tanganku terikat di belakang
punggungku sementara kakiku terikat erat di sisi kanan-kiri tiang ranjang itu
sehingga posisi tubuhku mengangkang lebar. Aku merasa amat geli di daerah
kewanitaanku, seperti ada sebuah daging lunak hangat yang menyapu-nyapu daerah
kewanitaanku, terkadang daging itu menusuk-nusuk seolah hendak membuka bibir
kewanitaanku melewati celah vaginaku. Aku juga merasa daerah disekitar vaginaku
amat becek akibat gerakan daging itu.
"Aahh..
oohhh.." Aku pun mendesah pelan menikmati sensasi di kewanitaanku itu.
Rasanya
vaginaku seolah diceboki, namun gerakan daging itu yang seolah berputar-putar
mempermainkan vaginaku menimbulkan sensasi nikmat disekujur tubuhku. Aku merasa
tubuhku diairi listrik tegangan rendah saat daging itu membelah bibir
kewanitaanku dan menyentuh lubang pipisku.
"Eh!
Kakak sudah bangun rupanya!!" tiba-tiba kudengar suara Rendy dibalik
gaunku.
Aku
berusaha mendongak dan kulihat wajah Rendy sedang berada tepat di depan
selangkanganku yang terbuka lebar. Sadarlah aku kalau "daging" tadi
tak lain adalah lidah Rendy yang sedang menjilati vaginaku. Aku berusaha
berontak, namun untuk menutup kedua pahaku yang sedang terbuka lebar saja amat
sulit. Tubuhku terasa amat lemas tanpa tenaga. Saat aku melihat sekitarku, aku
baru sadar kalau aku kini berada di dalam kamar bu Diana.
"Badan
kakak masih belum bisa digerakkan, soalnya pengaruh obat tidur Mami masih
tersisa." Jelas Rendy sambil berjalan ke sampingku.
Sekejap
aku merasa amat panik dan berusaha mengerahkan seluruh tenagaku untuk kabur,
tapi sia-sia saja. Tubuhku tidak mau bergerak sedikitpun. Astaga! Bagaimana aku
bisa sebodoh itu mencium aroma bunga yang ditaburi obat bius?! Niatku untuk
menjaga jarak dari Rendy kini sia-sia saja. Sekarang malah kesucianku
terpampang jelas di hadapannya, aku dalam keadaan terjepit dan tidak bisa kabur
lagi.
"Kakak
tenang saja, dijamin enak kok! Hehehe.." tawa Rendy terkekeh-kekeh.
"Jangan,
Rendy.. Jangan.. kakak mohon!!" pintaku berderai air mata saat melihat
Rendy berbalik berjalan menuju arah selangkanganku.
Namun
sia-sia saja, Rendy sama sekali tidak mau mendengar permohonanku. Aku pun
semakin panik dan cemas. Air mataku kembali meleleh membasahi mataku, namun apa
dayaku? Tubuhku kini amat sulit digerakkan karena ikatan itu ditambah rasa
lemas disekujur tubuhku karena pengaruh obat bius yang tersisa. Kini aku hanya
bisa pasrah membiarkan Rendy menyantap kewanitaanku. Jantungku berdegup semakin
kencang dan wajahku merah merona saat Rendy semakin mendekati selangkanganku.
Rendy lalu memegang kedua pahaku yang mulus. Ia mulai mengendusi paha kananku
sementara paha kiriku dibelai-belai dengan tangannya.
"Essh.."
aku mendesis sesaat setelah bibir Rendy mencium bibir kemaluanku. Hembusan
nafas Rendy di pahaku membuat tubuhku sedikit mengigil kegelian. Saat bibir
kemaluanku bertemu dengan bibir Rendy, Rendy mulai menjulurkan lidahnya.
Seperti lidah ular yang menari-nari, bibir kemaluanku dijilati olehnya. Kembali
bibir kewanitaanku dibelah oleh lidah Rendy, yang kembali menarikan lidahnya
menceboki liang vaginaku perlahan-lahan. Aku berusaha sekuat mungkin untuk
menahan gejolak birahi yang kini mulai melanda diriku, namun tetap saja suara
desahan-desahanku yang tertahan sesekali terdengar keluar dari bibirku karena
rasa nikmat yang menjuluri tubuhku apalagi belaian lembut Rendy di pahaku semakin
terasa geli akibat stocking sutra yang kupakai.
"Haaa?!
Aakh..!!" Sontak aku menjerit terkejut saat merasakan sensasi rasa geli
dan nikmat yang tiba-tiba melanda tubuhku. Rupanya Rendy menjilati klitorisku.
Sesekali ia menyentil klitorisku dengan lembut sehingga sekujur tubuhku seperti
dialiri listrik dan bulu kudukku berdiri. Rendy menyadari bahwa aku mulai
dikuasai oleh gejolak birahiku. Ia terus melancarkan serangannya ke klitorisku.
Berulang kali permohonanku yang disertai dengan desahan kusampaikan ke Rendy,
namun ia malah tampak kian bersemangat mengerjaiku. Kesadaranku pun semakin
menghilang tergantikan dengan rasa nikmat dan hasrat seksual yang semakin
merasuki tubuhku.
"Bagaimana
kak? Enak tidak?" tanya Rendy padaku.
"Rendyy..
stoop.. auhhh.. jangaan.."
"Ah
masaa? Bukannya kakak mendesah keenakan tuh? Yakin nih, nggak mau lagi?"
ejeknya sambil menjauhkan wajahnya dari kemaluanku.
Namun
secara refleks, aku malah mengangkat pinggangku kehadapan wajah Rendy, seolah
menawarkannya untuk kembali mencicipi liang vaginaku.
"Tuh,
kan?! Malu-malu mau, nih cewek!" kembali Rendy menghinaku.
Dipeganginya
kedua bongkahan pantatku dengan telapak tangannya dan dtegadahkannya tangannya,
sehingga kini pinggangku ikut terangkat tepat dihadapan wajah Rendy.
"Aww..
aww.. aaahh.." kembali aku merintih saat Rendy mengecup dan mengisap-isap
daging klitorisku. Sesekali aku merasa sentuhan giginya pada klitorisku dan
hisapannya membuatku kini hanya berusaha untuk mengejar kenikmatan seksualku
semata. SLURP.. SLURP.. Sesekali terdengar suara Rendy yang menyeruput cairan
cintaku yang sudah banyak keluar dari vaginaku, seolah hendak melepas dahaganya
dengan cairan cintaku.
"AAHH..
AAHHH.. AAA.." Desahanku semakin keras.
Aku
merasa ada sebuah tekanan luar biasa di vaginaku yang sebentar lagi hendak
meledak dari dalam tubuhku. Otot-otot tubuhku secara otomatis mulai menegang
sendirinya.
"HYAA..
AAAKH!!!" jeritku bersamaan dengan meledaknya tekanan dalam tubuhku.
Tanpa
bisa kutahan, pinggangku menggelepar liar, bahkan Rendy terlontar mundur akibat
dorongan tubuhku. Aku bisa merasakan vaginaku memuncratkan cairan cintaku dalam
jumlah yang banyak. Seluruh simpul sarafku terasa tegang dan kaku saat sensasi
geli dan nikmat yang luar biasa itu menjalari tubuhku, dan akhirnya muncul
perasaan lega yang nyaman setelahnya. Aku pun terkapar kelelahan, nafasku
tersengal-sengal. Tenaga di tubuhku seolah lenyap seketika. Aku sadar, baru
saja aku mengalami orgasme yang luar biasa!
"Wah, waah.. Rupanya galak juga nih,
kalau orgasme!" ejek Rendy yang kini terduduk di hadapan selagkanganku.
Ia
mendekati vaginaku dan kembali ia menyeruput cairan cintaku yang masih tersaji
di vaginaku setelah ledakan orgasmeku barusan. Aku pun hanya mendesah kecil
tanpa memberontak. Kepalaku serasa kosong dan aku membiarkan Rendy menikmati
cairan cintaku sesuka hatinya. Setelah puas meminum cairan cintaku, Rendy
berdiri di hadapanku dan melepas pakaiannya sehingga ia telanjang bulat
dihadapanku. Bisa kulihat penisnya yang panjangnya sekitar 14 cm sudah menegang
keras melihat keadaanku yang mengangkang lebar, memamerkan kewanitaanku di
depannya. Rendy berjalan melewati tubuhku hingga akhirnya ia tiba didepan
kepalaku. Rendy lalu berlutut di hadapan wajahku sambil mengocok penisnya.
"Kak, tadi rasa memek kakak enak sekali
loh! Nah sekarang giliran kakak ya, ngerasain punya Rendy?" seloroh Rendy.
Aku
yang menyadari kalau Rendy akan mengoral penisnya dengan mulutku, mulai
menjerit meminta pertolongan.
"TOL..
uumph!!" jeritanku terhenti karena Rendy langsung menyumpalkan penisnya
didalam mulutku. Walaupun ukuran penisnya tidak begitu besar, namun batang
penisnya sudah cukup memenuhi rongga mulutku yang mungil.
"Hhmmphh..
hmph.." suaraku teredam oleh penis Rendy. Aku berusaha memuntahkan penis
itu, namun Rendy memajukan pantatnya sehingga penisnya tetap masuk didalam
mulutku hingga menyentuh kerongkonganku. Rendy menjambak poni rambutku dan
mulai menggerakkan kepalaku maju mundur. Rasa sakit di ubun-ubunku karena poni
rambutku dijambak sudah cukup untuk membuatku tidak berontak lebih jauh, aku
mengikuti gerakan tangan Rendy yang sedang memaksaku mengulum dan mempermainkan
penisnya dalam mulutku.
"Aahh..
Enaak.." desah Rendy saat penisnya keluar masuk dari mulutku.
"Hmmp..
mpp.. phh.." aku berusaha mengambil nafas untuk menyesuaikan gerakan penis
Rendy dalam mulutku.
Kocokan
mulutku masih belum berhenti, namun aku merasa agak mual karena rasa dalam
mulutku saat ini. Sementara leherku juga pegal karena dipaksa naik-turun oleh
Rendy. Beberapa saat kemudian, Rendy berhenti manjambak poniku, aku pun segera
merebahkan kepalaku yang pegal-pegal keatas bantal yang lembut untuk melepas
penat. Namun rupanya penderitaanku belum juga berakhir. Rendy belum mau
melepaskan kenikmatannya dioral olehku. Belum sempat penisnya keluar dari
mulutku, sekarang ia malah menekan selangkangannya ke wajahku dan
menggoyang-goyangkan pantatnya sehingga penisnya kembali masuk kedalam rongga
mulutku. Aku bisa merasakan buah zakarnya yang tergantung menampar-nampar
daguku berulang kali bersamaan dengan gerakan pantatnya yang maju mundur
dihadapan wajahku yang kini tertekan oleh bantal, aku pun berulang kali
tersedak karena penis Rendy dalam mulutku bergerak dengan amat cepat.
“Oke,
kak! Sekarang giliran kakak yang main! Ayo kulum dan mainin pakai lidah
kakak!" perintah Rendy sambil menghentikan gerakannya.
Aku
sendiri sudah mati kutu, kepalaku terjepit diantara selangkangan Rendy dan
bantalku, sehingga aku tidak bisa bergerak bebas.
"Ayo,
Kak! Atau mau kugerakkan sendiri dimulut kakak seperti barusan?" ancamnya
padaku.
Aku
pun tidak punya pilihan lain selain menuruti perintah Rendy, setidaknya aku
akan lebih leluasa bernafas apabila aku yang bergerak sendiri. Aku pun
menggerakkan lidahku membelai-belai batang penisnya yang masuk hingga rongga
mulutku. Sesekali lidahku juga bersentuhan dengan kepala penisnya. Sebenarnya
aku agak jijik juga karena tercium bau agak pesing dari ujung penis Rendy,
namun apa dayaku? Lebih baik kuturuti perintah anak ini supaya siksaanku cepat
selesai. Aku pun berusaha untuk tidak begitu mempedulikan bau itu. Penis Rendy
kuanggap saja seperti permen yang luar biasa tidak enak. Aku pun terus mengemut
penis Rendy itu.
"Ayo,
kak! Terus! Jago juga nih, nyepongnya! Enak bangeet!"
"Mmphh.."
erangku.
"Isapin
juga kak! Seperti ngisap permen!" kembali Rendy memberi perintah padaku,
yang langsung saja kuturuti.
Kuhisap
penisnya dengan pelan dan lembut dengan harapan anak ini bisa segera
menghentikan aksinya dan aku bisa terbebas dari siksaan ini. Herannya, selama
beberapa menit kuoral, Rendy masih saja tidak puas. Aku pun mulai kelelahan
mempermainkan penisnya dalam mulutku, walaupun aku mulai terbiasa dengan
situasiku sekarang. Entah setan apa yang merasukiku, namun saat aku mengingat
bahwa aku sedang mengoral penis anak kecil yang tak lain adalah muridku, aku
merasa hasrat seksualku kembali meninggi dalam tubuhku. Aku ingin sekali
mencapai orgasme sekali lagi dan aku ingin mencoba sesuatu yang lebih hebat lagi
bersama Rendy. Pikiran itupun membuatku memainkan penis Rendy sebaik mungkin
dalam mulutku agar Rendy mencapai kepuasannya.
"Ookh.."
Aku mendengar suara erangan panjang keluar dari mulut Rendy dan saat itulah,
aku merasa mulutku disembur oleh cairan kental berbau amis.
Aku
menyadari bahwa Rendy baru saja berejakulasi dalam mulutku, dan kini mulutku
dipenuhi spermanya. Rendy kembali menekankan selangkangannya ke wajahku.
"Telan
kak! Jangan sampai bersisa!" Aku pun menuruti perintah Rendy, kutelan
semua sperma dalam mulutku, sekaligus kuhisap-hisap penis Rendy agar spermanya
tidak bersisa.
Rendy
hanya mengerang keenakan saat penisnya kubersihkan dengan mulutku. "Woow..
enaak.. lebih enak dari onanii..." seloroh Rendy.
Namun
aku tidak peduli, aku terus menghisap-hisap penisnya itu hingga aku yakin tidak
ada lagi sperma yang tersisa. Setelah selesai, Rendy mengeluarkan penisnya dari
dalam mulutku.
"Waah..
Kakak jago banget lho! Enak sekali kak!"
"Rendy,
kamu jahaat.." protesku.
"Lho
kenapa? Bukannya kakak sekarang sudah jadi pengantinku?" balasnya.
"You
may kiss your briide!!" sorak Rendy tiba-tiba.
Tanpa
basa-basi, Rendy segera mencium bibirku. Bibirku diemut-emut dengan lembut dan
sesekali bibirku juga dijilati oleh lidahnya. Aku hanya membiarkannya mempermainkan
bibirku sesuka hatinya. Pelan-pelan lidah Rendy membelah bibirku dan lidahnya
menyusup kedalam rongga mulutku. Aku pun merespon dengan menghisap lidah Rendy
dengan lembut. Sesekali juga kujulurkan lidahku, sehingga giliran Rendy yang
menghisap air ludahku yang menyelimuti lidahku. Gairah seksualku sekarang
benar-benar menguasai tubuhku, semakin kuingat bahwa Rendy yang saat ini sedang
bercinta denganku, semakin aku tenggelam dalam hasratku. Selama beberapa menit
kami terlibat dalam French kiss itu, sebelum akhirnya Rendy menghentikan
ciumannya di bibirku. Aku pun tampak kecewa saat Rendy menjauhkan wajahnya.
"Kenapa
kak? Enak kan rasanya? Masih mau lagi?" tanyanya.
Pertanyaan
Rendy itu seketika memancing gairah seksualku yang meningkat. Aku merasa ini
adalah sebuah kesempatan bagiku, namun sebelum aku sempat menjawab, tiba-tiba
Rendy mengambil sehelai celana dalam putih berenda yang tadi kupakai dan
menjejalkannya ke mulutku hingga celana dalamku memenuhi seluruh rongga
mulutku. Belum puas, Rendy juga melakban mulutku sehingga celana dalamku itu
tersumpal sempurna di dalam mulutku.
"Mmfff..."
Protesku pada Rendy. Namun suaraku terhalang oleh celana dalam yang menyumbat
mulutku.
"Jangan
dijawab dulu, Kak. Nanti ya, Rendy mau istirahat dulu!"
"Oh,
Kakak juga boleh istirahat kok! Nah, daripada bosan, bagaimana kalau kakak
nonton saja dulu?" lanjut Rendy.
Aku
bisa mendengar suara televisi yang dinyalakan dan suara pemutar DVD yang dibuka
oleh Rendy. Setelah selesai, Rendy lalu mendatangiku yang masih terbaring
mengangkang di ranjang.
"Jangan berontak ya, Kak! Kalau
macam-macam, video kakak kusebarkan!" ancamnya.
Rendy
lalu melepaskan ikatan kakiku di kedua tiang ranjang itu. Aku disandarkan ke
kepala ranjang dan Rendy menyandarkan sebuah bantal di punggungku dan juga
sebuah bantal kecil di pantatku untuk kududuki agar aku merasa nyaman. Tali
yang tadi dipakai untuk mengikat kakiku kini digunakan untuk mengikat sikut
tanganku yang masih terikat di punggungku pada kedua tiang bagian atas ranjang
canopy itu agar aku tidak kabur.
"Oke
deh! Rasanya sudah cukup!! Nah, kakak santai saja ya? Nikmati saja
filmnya!" Rendy lalu memutar DVD itu.
"Mmff!!"
Aku berteriak terkejut saat melihat adegan percintaan seorang wanita berambut
pirang di layar televisi itu, rupanya Rendy menyetelkan DVD porno untuk
kutonton..
"Kakak
pelajari gayanya dulu, ya! Supaya nanti siap main dengan Rendy! OK?!"
Rendy tersenyum dan beranjak pergi, meninggalkanku sendiri terikat di ranjang
sambil berusaha menahan gejolak birahiku yang semakin mendera karena suguhan
adegan panas dihadapanku.
Aku
pun terpaksa menonton film porno itu sekitar 2 jam. Yah, aku memang pernah
melihat sekilas film porno di handphone teman-teman SMUku, namun mungkin karena
ini pengalaman pertamaku melihat film porno selama itu, muncul keinginanku agar
vaginaku dimasuki oleh penis seperti wanita bule yang ada di film porno itu.
Pikiranku bergejolak, aku sadar bahwa aku akan kehilangan keperawananku apabila
vaginaku dimasuki penis Rendy, namun di sisi lain, aku penasaran akan rasa
nikmat yang tampaknya melanda wanita di film itu saat vaginanya dimasuki oleh
penis. Aku juga ingin merasakan kenikmatan itu. Apakah aku juga akan merasa
senikmat itu apabila vaginaku dimasuki oleh penis? Aku masih bisa mengingat
dengan jelas rasa nikmat saat vaginaku dijilati dan dipermainkan oleh Rendy
sebelumnya. Tentunya aku akan merasa lebih nikmat lagi apabila vaginaku
dipermainkan oleh penis Rendy. Lagipula, setidaknya aku tidak perlu khawatir
akan hamil sebab masa suburku baru saja terlewati minggu lalu. Akhirnya rasa
penasaran dan gairah seksualku mengalahkan perasaanku. Sudah kuputuskan, aku
akan melayani Rendy sepenuh hatiku. Aku sudah tidak peduli lagi akan statusku
sebagai gurunya ataupun perbedaan usia kami, yang kini kuinginkan hanyalah
mengejar kenikmatan seksualku semata. Bahkan status dan perbedaan usia kami
malah menjadi sumber gejolak gairah seksualku. Detik dan menit berlalu, namun
bagiku yang kini dikuasai gairah seksualku, serasa menunggu selama
berhari-hari. Cairan cintaku sudah semakin banyak keluar dari vaginaku sehingga
aku bisa merasakan bantal yang kududuki semakin basah. Akhirnya, pintu kamar
itu terbuka juga dan masuklah Rendy kedalam kamar itu. "
Bagaimana
kak? Sudah puas nontonnya?" "Sudah tahu kan bagaimana
gaya-gayanya?" lanjutnya.
Aku
hanya mengangguk pelan dengan wajah memelas.
"Bagus,
bagus!! Kakak emang pintar!" ujarnya sambil membelai kepalaku dengan
pelan, seolah memuji anak kecil. "
“Hff.."
jawabku.
"Nah,
kalau begitu kakak mau tidak kalau aku setubuhi seperti di film?"
muncullah pertanyaan yang sedari tadi kutunggu. Tanpa pikir panjang, aku
langsung mengangguk sambil melihat wajah Rendy. Namun Rendy malah pura-pura
tidak melihat sambil mematikan DVD playernya.
"Apaa?
Rendy nggak bisa dengar nih!"
"Mmff!!"
Aku berusaha untuk meminta Rendy melepaskan sumbatan mulutku agar aku bisa
berbicara, namun Rendy malah melepas ikatan di kedua sikutku sehingga aku
terbebas dari ranjang canopy itu.
Namun
tanganku masih terikat kencang di punggungku. Aku lalu dituntun turun dari
ranjang. Rendy tidak lagi mengawasiku dengan ketat. Ia tahu bahwa aku sekarang
sudah tidak ingin kabur lagi.
"Waah,
udah gede masih ngompol yah, Kak?" ejek Rendy saat melihat bekas cairan
cintaku di bantal yang tadi kududuki.
Aku
hanya menggeleng pelan, namun kurasa Rendy juga tahu bahwa itu adalah cairan
cintaku yang meluber karena aku terangsang sedari tadi. Rendy lalu menarikku
kehadapan sebuah papan tulis putih di kamar itu yang ditempeli berbagai
rancangan bu Diana. Rendy melepas semua rancangan itu agar papan tulis itu
bersih. Rendy juga memposisikan tubuhku agar terjepit diantara sebuah meja
dihadapanku dan papan tulis itu dibelakangku. Aku terkejut saat Rendy dengan
sigap menundukkan tubuhku di meja itu sehingga posisiku kini menungging kearah
papan tulis itu. Rendy juga menaikkan rok gaun dan petticoatku bagian belakang
dan mengaitkannya di pita putih gaunku yang ada di pinggangku, sehingga kini
pantatku terpampang jelas menungging didepan papan tulis itu.
"Nah,
gimana kalau kakak tulis saja apa yang kakak mau? Soalnya kakak nggak bisa
ngomong sekarang" ujarnya dari belakang.
Aku
pun semakin heran, bagaimana caraku menulis dengan tangan terikat dan posisi
tubuh menungging seperti ini? Aku hendak berdiri, namun punggungku ditekan ke
meja itu oleh Rendy. "Tahan sebentar ya, Kak" ujar Rendy sambil
membuka celah pantatku.
Rendy
lalu menuangkan lotion ke jari telunjuknya dan mengusapkan lotion itu ke lubang
pantatku. Sesaat aku merasakan jari Rendy yang menempel dilubang pantatku
bergerak pelan mengoleskan lotion itu dan aku bisa merasakan rasa dingin dan
licin akibat lotion itu di pantatku. Setelah lubang pantatku selesai dilumuri
lotion, aku merasa ada sesuatu di lubang pantatku, aku tahu benda itu bukanlah
jari Rendy karena benda itu terasa lebih besar dan keras dari jari Rendy.
"HMMFF!!"
jeritku saat tiba-tiba aku merasakan rasa sakit yang luar biasa di lubang
pantatku. Suatu benda yang panjang dan keras menekan memasuki lubang pantatku.
Aku menoleh ke belakang dan melihat Rendy memaksakan untuk memasukkan benda itu
ke dalam anusku. Benda itu diputarnya perlahan masuk ke dalam pantatku seperti
sekrup. Air mataku meleleh saat merasakan rasa perih yang amat sangat saat
Rendy memperawani anusku dengan benda itu. Lubang pantatku serasa
tersayat-sayat dan rasa perihnya tak terkira.
"Wuiih..
lubang pantatnya seret banget! Padahal sudah dikasih lotion! Pasti masih
perawan, nih!" komentar Rendy yang terus memutar benda itu masuk kedalam
anusku.
Aku
hanya bisa menggeleng-geleng keras memohon agar Rendy menghentikan aksinya itu.
Namun Rendy terus memaksakan benda itu untuk masuk kedalam pantatku.
"Oke!
Selesai deh!" seru Rendy. Aku menoleh kebelakang, aku amat panik saat
menyadari sebuah spidol berukuran besar kini tertanam didalam pantatku. Spidol
itu tampak mengacung tegak kearah papan tulis karena posisi tubuhku yang
menungging.
"Oops,
tenang saja, Kak! Spidolnya sudah kumasukkan dengan baik, kok! Kakak tahan saja
spidolnya dengan otot pantat kakak supaya tidak jatuh!" ujar Rendy.
Kata-kata
Rendy sama sekali tidak menenangkanku apalagi saat merasakan spidol besar yang
sedang tertanam dalam pantatku.
"Nah,
ayo tulis apa yang kakak mau!"
"MMFF!!"
aku menggeleng memprotes Rendy.
Ide
anak ini benar-benar gila! Aku yakin dia pasti mempelajari cara ini lewat
film-film pornonya untuk mempermalukanku.
"Ayoo,
kalau tidak, kakak nanti kubiarkan seperti ini, lho! Spidolnya tidak akan
kucabut kalau kakak tidak mau menurut!" ancamnya.
"Mmm.."
aku memelas mendengar ancaman Rendy. Aku tahu kalau sedari awal aku tidak
memiliki posisi menawar melawan Rendy dengan kondisi seperti ini.
"Nah!
Ayo, tulis di papan tulis kak! Seperti waktu kita belajar! Sekarang, aku mau
kakak mengajariku menulis!" ujar Rendy sambil beranjak duduk dihadapanku,
seolah sedang mendengarkan pelajaran di kelas.
Aku berusaha tetap tenang dan mulai
menggerakkan pantatku di papan tulis itu.
"Mmf!"
aku menjerit kecil dan mataku membelalak saat ujung spidol di pantatku
menyentuh permukaan papan tulis.
Pantatku
terasa geli dan sedikit perih akibat tekanan spidol itu. Rendy tampak senang
melihat ekspresi wajahku yang dipenuhi rasa panik, malu dan bingung akan
keadaanku sekarang. Perlahan-lahan aku berusaha untuk menulis dengan pantatku
di papan tulis itu. Kaki dan pahaku ikut bergerak menaik-turunkan tubuhku yang
menungging. Aku selalu merintih setiap kali satu goresan kutulis di papan tulis
itu karena sensasi yang ditimbulkan spidol itu dalam pantatku, yang entah
bagaimana semakin membangkitkan gairah seksualku.
"Hati-hati
lho, kak. Kalau terlalu ditekan, spidolnya bisa tergelincir masuk kedalam
pantat kakak. Nanti tidak bisa keluar lagi lhoo.." sorak Rendy.
Dasar
badung! Pikirku. Memangnya salah siapa kalau nanti spidol ini malah terselip
masuk kedalam pantatku?! Malah sekarang aku yang harus berusaha keras menangkal
resiko yang diciptakan oleh anak ini untuk tubuhku! Aku pun mulai kehilangan ketenanganku
akibat sorakan Rendy itu. Apalagi sesekali aku merasa spidol itu semakin masuk
kedalam pantatku saat aku menulis. Namun aku tetap berusaha keras dan hasilnya,
5 huruf yang acak-acakan tertulis di papan tulis itu. Aku menghela nafas lega
saat aku melihat hasil tulisanku itu. Sulit untuk dibaca memang, bahkan aku
yakin tulisan anak SD pasti jauh lebih mudah dibaca dari tulisanku; namun aku
yakin telah menulis huruf P-E-N-I-S di papan tulis itu.
"Waah,
tulisan kakak jelek sekali! Padahal katanya sudah kuliah!" kembali Rendy
mempermalukan diriku.
Ia
lalu berjalan kehadapanku, melepas lakban mulutku dan menarik keluar celana
dalamku yang sedari tadi telah menjejali mulutku.
"Ahh..
ohk.. ohkk.." Aku terbatuk-batuk dan menghela nafas lega. Kulihat Rendy
sedang mengendusi celana dalamku yang basah karena ludahku dan sesekali ia
menghisap-hisap ludahku yang membasahi celana dalamku itu.
"Hmmm..
ludahnya kakak memang enaak.. Nah sekarang coba kakak baca apa yang kakak
tulis!"
"Pe..
penis.." ujarku pelan dengan perasaan yang amat malu.
"Apaa?
Apa yang kakak mau?" tanyanya dengan nada mengejek, seolah tidak mendengar
ucapanku barusan.
"Penis!!"
jawabku tidak sabaran.
"Penis
siapa, hayooo?"
"Penisnya
Rendy!!" aku mengumpulkan seluruh keberanianku untuk meneriakkan kata itu
dan akhirnya terucap juga.
"Iya
deh! Nah, tahan sebentar ya, Kak!" Rendy lalu berjalan kebelakang tubuhku
yang masih menungging.
Aku
bisa merasakan ia memegang spidol yang tertanam dalam pantatku. Perlahan-lahan
ditariknya spidol itu keluar dari pantatku. "Aww.. auuch.." rintihku
pelan saat merasakan gesekan batang spidol itu di permukaan lubang pantatku
yang rasanya sedikit sakit, namun agak geli juga. Apalagi saat aku mengejan,
pantatku terasa semakin nikmat dengan tekanan itu. PLOOP! Terdengarlah suara
lepasnya spidol itu dari pantatku.
"AAHH!!"
Sontak aku berteriak merasakan kelegaan yang kembali ke lubang pantatku setelah
sekian lama disumbat. Namun, sebelum aku sempat berdiri dan merasakan kelegaan,
Rendy segera menarik dan menghempaskan tubuhku ke ranjang canopy itu sehingga
aku kembali terbaring diatas ranjang.
"Aduh!"
Aku segera berusaha bangkit, namun Rendy segera menerkam dan menimpa tubuhku.
"Jangan bergerak Kak!" perintahnya.
Entah
bagaimana, aku segera menuruti perintah Rendy dan mulai merelakan tubuhku
dipermainkan olehnya.
"Sekarang
kakak kupanggil pakai nama saja ya? Erina.." pintanya manja.
"I,
iya.. terserah kamu.." jawabku dengan wajah memerah saat menatap wajah
Rendy yang ada tepat diatas wajahku.
"Ah!"
aku menjerit kecil saat Rendy mencengkeram dan meremas-remas dadaku. Tangan
kanannya menekan payudaraku dengan perlahan dan mencubitnya dengan lembut,
sementara tangan kirinya menyibakkan rambutku. Rendy lalu mendekatkan wajahnya
dan mencium pipiku.
"Erina,
kamu wangi deh!" pujinya seraya melayangkan kecupan ke bibirku yang segera
kubalas.
Rendy
lalu duduk bersimpuh di atas ranjang itu dan memangku kepalaku diatas pahanya.
Rendy kembali menjamah payudaraku, namun kali ini ia mengulurkan tangannya
menyusupi bagian dada gaunku. Jari-jarinya menjalar pelan diatas payudaraku
sambil mencari puting payudaraku. Aku merasa agak sesak karena aku masih
memakai BH, namun itu tidak menghalangi jari-jari nakal Rendy untuk
mempermainkan dadaku.
"Aw!"
aku merasakan puting payudaraku disentuh oleh jari Rendy.
Rendy
segera memencet putingku sehingga aku merasa seperti tersetrum oleh listrik di
sekujur dadaku.
"Ahh.."
desahku pelan saat Rendy kembali meremas payudaraku.
Payudaraku
digerakkan berputar pelan oleh jari Rendy sambil sesekali memencet putingku.
Aku semakin terhanyut saat Rendy menyentil-nyentil puting payudaraku dengan
kukunya yang agak panjang ataupun saat memencet puting susuku dengan kuku
jempol dan jari telunjuknya. Saraf-saraf tubuhku kini semakin sensitif karena
aku semakin terangsang dengan pijatan di payudaraku. Kakiku mulai
menggeliat-geliat pelan dan aku bisa merasakan cairan cintaku kembali meluber
dari vaginaku. Rendy yang melihat pergerakan-pergerakan terangsang tubuhku,
mengentikan aksinya. Kini ia kembali bergerak kearah selangkanganku. Ia lalu
duduk dihadapan tubuhku yang masih terbaring
"Nah,
Erina. Ayo buka pahamu. Yang lebar ya!" aku merentangkan kakiku selebar
mungkin dihadapan Rendy.
Ia
tersenyum melihat aku yang tidak menolak perintahnya lagi. Rendy lalu mengamati
selangkanganku. Bagaimana kewanitaanku yang masih basah oleh cairan cintaku dan
lubang pantatku yang terbuka sedikit setelah diperawani spidol, terhidang di
hadapannya. Rendy mencolek vaginaku dan mencicipi cairan cintaku yang ada di
jarinya. Rendy kembali membenamkan jarinya dengan pelan di celah vaginaku,
jarinya bergerak lembut seolah mencari sesuatu.
"Aww.."
desahku pelan saat jari telunjuk Rendy menyentuh klitorisku. Rendy yang
akhirnya menemukan apa yang dicarinya dalam liang vaginaku tampak kegirangan.
Jarinya segera menyentil-nyentil klitorisku. Akibatnya, bisa ditebak, aku
kembali melayang kelangit ketujuh. Aku merintih-rintih keenakan dihadapan
muridku yang kini sedang memainkan gairah seksualku.
"Aahh..
ohh.. aww.." desahanku semakin keras dan akhirnya tubuhku kembali serasa
akan meledak. Punggungku melengkung bagai busur dan kakiku kembali menegang,
siap untuk menyambut orgasmeku untuk yang kedua kalinya. Namun, Rendy yang tahu
bahwa aku akan orgasme segera mencabut jarinya keluar dari liang vaginaku;
otomatis, kenikmatan yang sebentar lagi akan kucapai lenyap seketika.
"Rendyy..
jahaat.. ayo lagiii.." pintaku memohon pada Rendy.
"Apanya
yang lagi, Erina?" tanyanya seolah tidak mengerti.
"Ayoo..
mainin vagina Erinaa.. Erina sukaa.." jawabku seperti seorang pelacur
rendahan.
"Suka
apa?" "Erina suka kalau vagina Erina dimainin Rendy.. ayo doong..
Erina mau orgasme lagii.. enaak.." kembali aku mempermalukan diriku sendiri.
Aku
sudah tidak bisa berpikir lagi karena tubuhku sudah sepenuhnya dikuasai
dorongan seksualku yang sudah di ambang batas.
"Panggil
aku "Sayang"! Kan kamu sudah jadi pengantinku!" perintah Rendy
"Iyaa..
Rendy sayaang.. ayoo.." entah bagaimana aku terjebak dalam permainan
psikologis Rendy.
Aku
sekarang bertingkah seolah-olah dia adalah suamiku yang sah. Aku agak terkesan
karena walaupun masih begitu muda, Rendy sudah tahu bagaimana menjalankan trik
psikologis untuk mempengaruhiku agar menuruti permintaannya, mungkin ini juga
pengaruh dari video pornonya. Namun kuakui, permainan psikologis ini semakin
membangkitkan gairahku dan aku amat menikmatinya! Sekarang hubungan kami bukan
lagi seperti seorang murid dan guru, namun lebih seperti sepasang pengantin
baru.
"Nah,
Erina. Boleh tidak kalau Rendy memasukkan ‘adik kecil’ ke memek Erina?"
"Boleh
sayang.. Erina kan pengantinnya Rendy.." selorohku.
Aku
sekarang sudah rela memberikan keperawananku untuk Rendy. Lagipula mulut dan
pantatku kini sudah tidak perawan lagi, jadi tidak ada salahnya kalau aku
sekalian merelakan kesucianku kepada Rendy. Aku pun menarik rok gaunku hingga
ke perutku sehingga kewanitaanku terpampang jelas sekali dihadapan Rendy.
"Ayo
sayang. Erina mau orgasme lagi.." aku memohon pada Rendy.
Rendy
segera merespon dengan duduk dihadapan selangkanganku dan mengatur posisi tubuh
kami sehingga penisnya sekarang berada di bibir kewanitaanku. Aku bisa
merasakan penisnya yang kembali membesar seperti saat aku mengoralnya barusan
menyentuh celah vaginaku. Aku menghela nafas, menyiapkan diriku untuk menerima
kenyataan bahwa keperawananku akan direnggut sesaat lagi. Aku berusaha mengatur
nafasku yang memburu untuk mengusir rasa takut dan cemas akibat degup jantungku
yang amat kencang.
"Bagaimana,
Erina? Sudah siap?" aku mengangguk pelan menjawab pertanyaan Rendy akan
kesiapanku.
"Rendy..
yang pelan ya? Jangan kasar.." pintaku kembali.
Aku
tidak ingin Rendy memperawaniku seperti sebuah pemerkosaan, yang kuinginkan
hanya agar aku bisa diperlakukan lebih lembut. Maklumlah, ini juga merupakan
pengalaman pertamaku yang pasti akan berkesan seumur hidupku. Untunglah, Rendy
tampaknya mengerti akan perasaanku. Ia mengangguk dan sorot matanya seolah menenangkanku.
Rendy mulai mendorong pinggangnya ke depan. Sesaat penisnya berhasil membelah
bibir vaginaku, namun mungkin karena vaginaku licin akibat cairan cintaku,
penis Rendy malah meleset keluar dari celah vaginaku. Mengakibatkan timbulnya
suara tertahan dari mulutku. Rendy kembali berusaha, namun tampaknya agak susah
baginya untuk memasukkan penisnya kedalam vaginaku karena diameter penisnya
juga cukup lebar (walaupun masih kalah dengan penis yang kulihat di film porno
barusan), apalagi aku juga masih perawan sehingga liang vaginaku masih sempit.
Setelah beberapa kali berusaha, Rendy tampak kesal karena belum berhasil
memperawaniku. Akhirnya ia meraih batang penisnya dan mengarahkannya tepat
dihadapan celah bibir kewanitaanku. Tangannya masih kuat mencengkeram penisnya
saat ia sekali lagi menggerakkan pantatnya ke depan dan.. "
AAGH!!!"
aku membelalak dan menjerit keras saat merasakan rasa ngilu dan perih yang amat
hebat melanda vaginaku.
Akhirnya selaput daraku robek dan
keperawananku sekarang lenyap sudah terenggut oleh Rendy. Aku bisa merasakan
penis Rendy yang kini terjepit di vaginaku dan ujung penisnya didalam lubang
pipisku. Rendy kembali memajukan pinggulnya dengan pelan, mengakibatkan rasa
sakit itu semakin mendera vaginaku. Bahkan rasanya jauh lebih sakit daripada
saat pantatku diperawani oleh spidol barusan.
"Rendy,
Rendy!! Sakit! Sebentar!! Aduuh!!" aku kembali meminta dengan panik pada
Rendy.
Air
mataku meleleh akibat rasa perih itu.
"Sebentar,
Erina. Tenang ya, sebentar lagi.." jawab Rendy sambil mendorong
pinggangnya dengan pelan. Penisnya semakin dalam memasuki vaginaku diiringi
dengan jeritan piluku yang tersiksa oleh rasa sakit itu. Kepalaku terbanting
kekiri-kanan menahan rasa sakit, seolah menolak penetrasi Rendy kedalam lubang
vaginaku.
"Ohh.."
Rendy melenguh dan menghentikan dorongannya. Aku bisa merasakan sepasang buah
zakarnya bergelantungan di bongkahan pantatku dan paha kami yang sekarang
saling bersentuhan. "Hhh.." aku mengambil nafas sejenak merasakan
rasa sesak di vaginaku akibat besarnya penis Rendy didalam lubang pipisku.
Aku
akhirnya sadar kalau sekarang ini seluruh penis Rendy sudah terbenam sepenuhnya
didalam kewanitaanku. Rambut-rambut kemaluannya yang baru tumbuh juga
menggelitik selangkanganku. Untuk beberapa saat, kami terdiam dalam posisi itu.
Rendy memberiku waktu untuk menyesuaikan diri dengan keadaanku.
"Erina.."
panggil Rendy pelan.
"Ya?"
"Hangat sekali rasanya didalam. Kamu lembut sekali, Erina.." pujinya.
Aku
tidak bisa merespon jelas karena rasa perih yang menyiksa ini, namun bisa
kulihat kalau Rendy tampak mencemaskan keadaanku.
"Sakit
ya?" tanyanya penuh perhatian
"I,
iya, sakit sekali.." jawabku pelan.
"Sekarang
kita sudah bersatu lho, Erina. Aku dan kamu sekarang jadi satu.." Aku
mengangguk membenarkan pernyataan Rendy.
Memang,
sekarang tubuh kami sudah bersatu karena kemaluan kami masing-masing telah
menyatukan tubuh kami.
"Rendy..
sakiit.." protesku pada Rendy.
Rendy
terdiam, ia hanya mengusap air mataku. "Sabar ya, Erina? Sebentar lagi
pasti enak kok!"
Rendy lalu menarik penisnya sedikit vaginaku
dan dengan pelan dilesakkannya kembali kedalam liang vaginaku. Rasa pedih
kembali menyengat vaginaku, namun Rendy selalu berusaha menenangkanku. Aku merasa
tampaknya Rendy juga tahu bagaimana sakitnya saat seorang gadis diperawani
untuk pertama kalinya karena ia selalu berusaha memompa penisnya selembut
mungkin untuk mengurangi rasa sakitku. Lama kelamaan, muncul rasa nikmat dari
vaginaku akibat gerakan penis Rendy. Walaupun masih bercampur dengan rasa
perih, aku bisa merasakan bahwa sensasi baru ini berbeda dari saat vaginaku
dioral dan dipermainkan oleh jari Rendy. Sensasi ini lebih menyentuh sekujur
syarafku. Rendy kembali membelai pahaku sambil menjilatinya pelan sehingga
gairah seksualku kembali bangkit perlahan. Rasa perih itu semakin hilang dan
digantikan dengan sensasi baru di tubuhku. Rasa geli, sakit dan sesak yang
melanda vaginaku memberikan sensasi tersendiri yang mengasyikkan. Rendy yang melihat
bahwa aku sudah terbiasa akan pergerakannya mulai leluasa mengatur gerakannya.
Sekarang penisnya ditarik keluar hingga hanya tersisa pangkal penisnya saja
dalam vaginaku otomatis bibir vaginaku ikut tertarik keluar. Tiba-tiba, Rendy
mendorong pantatnya mendadak dengan cepat sehingga penisnya kembali menghunjam
liang vaginaku dengan keras.
"Hyahh.."
jeritku kaget, namun sekarang rasanya tidak lagi perih seperti tadi. Rendy
mulai menggerakkan penisnya dengan tempo yang lebih cepat, membuatku akhirnya
melenguh-lenguh nikmat merasakan sensasi di vaginaku.
"Oohh..ahhh...aahh..aakhh.."
aku mendesah-desah keenakan saat penis Rendy menghunjam vaginaku. Sesekali
Rendy berhenti menggerakkan pinggangnya saat penisnya tertanam penuh dalam
vaginaku dan mulai menggoyang-goyangkan pantatnya sehingga penisnya seolah
mengaduk-aduk isi liang vaginaku, membuatku semakin melayang diatas awan
kenikmatan seksual. Semakin lama, kurasakan tempo goyangan penis Rendy semakin
cepat keluar-masuk vaginaku dan menggesek klitorisku saat memasuki vaginaku.
Tubuhku juga berguncang mengikuti irama pompaan penis Rendy seiring dengan
desahan-desahan erotis dari bibirku. Malah, saat Rendy menghentikan gerakan
penisnya, secara otomatis aku menurunkan pinggulku menjemput penisnya, seolah
tidak rela melepaskan penisnya itu. Rendy terlihat puas melihatku yang sekarang
sudah berhasil ditaklukkan olehnya. Tidak terasa sudah sekitar 10 menit sejak
penis Rendy memasuki vaginaku pertama kalinya. Rendy masih dengan giat terus
menggerakkan penisnya menjelajahi vaginaku. Sementara aku sendiri sudah
kewalahan menerima serangan kenikmatan di vaginaku, orgasmeku sudah siap
meledak kapan saja.
"OH!
AAKHHH..!!!" akhirnya aku menjerit keras dan tubuhku terbanting-banting
saat aku merasakan gelombang kenikmatan yang melanda seluruh simpul syarafku,
mengiringi ledakan orgasmeku untuk kedua kalinya. Tanpa bisa kukontrol, kakiku
menendang bahu Rendy sehingga Rendy terpelanting ke ranjang. PLOP! Otomatis
terdengar suara pelepasan penisnya yang tercabut keluar dari vaginaku seiring
dengan rebahnya tubuh Rendy di ranjang. Cairan cintaku yang hangat kembali
terasa meluap dari celah kewanitaanku. Rendy bergerak menjauh sedikit
membiarkan tubuhku bergerak liar meresapi kenikmatan orgasme yang saat ini
kurasakan. Setelah merasakan ledakan orgasme itu, tubuhku kembali melemas,
serasa tenagaku lenyap seluruhnya. Nafasku terasa berat dan degup jantungku
juga masih saja kencang. Rendy membiarkanku beristirahat sesaat untuk
mengembalikan staminaku.
"Waah,
nggak nyangka nih! Padahal tampangnya alim, tapi rupanya Erina memang galak kalau
orgasme!" Rendy menggodaku.
"Gimana?
Enak nggak rasanya?" tanyanya padaku.
Aku
mengangguk pelan sambil tersenyum kecil.
"Mau
lagi?" kembali Rendy bertanya menantangku.
"Mau.."
jawabku mengiyakan.
"Nah,
sekarang ikut aku kak!" Rendy menarik tanganku turun dari ranjang dan
melepas ikatan kedua tanganku.
Aku
lalu digandengnya kehadapan meja rias bu Diana. Meja rias itu dilengkapi sebuah
cermin besar sehingga aku bisa melihat penampilanku dengan jelas dihadapan
cermin itu.
"Erina,
sekarang coba kamu menungging!" aku pun membungkukkan badanku dan
menumpukan tubuhku pada kedua lenganku yang menekan meja rias bu Diana,
sehingga aku dalam posisi menungging dihadapan cermin meja rias itu.
"Lebarkan
pahamu dan coba lebih menunduk!" kembali Rendy memberi perintah yang
segera kuturuti, pahaku kulebarkan dan aku semakin menunggingkan tubuhku.
Rendy
lalu menyingkapkan rok gaunku dan menaikkan petticoatku dari belakang dan
menjepitnya dengan pita gaunku, sehingga kembali pantat dan vaginaku terpampang
jelas dihadapannya. Rendy lalu berdiri dibelakangku, aku bisa melihat tubuhnya
yang berdiri dibelakang pantatku lewat cermin itu. Tampaknya Rendy memang ingin
agar aku bisa melihat keadaan sekitarku lewat cermin itu.
"Auuch.."
aku merintih pelan saat penis Rendy kembali menghunjam vaginaku dari belakang.
Sekarang Rendy memegang pinggulku dan menggerakkannya maju mundur sehingga
vaginaku dihentak-hentakkan oleh penisnya.
"Aw..
aakhh.. aawww.." rintihku saat gesekan antara kemaluan kami kembali
menimbulkan sensasi kenikmatan yang melanda tubuhku. Suara beturan tubuh kami
juga menggema didalam kamar itu mengikuti desahan-desahan yang keluar dari
bibirku.
"Erina,
coba kamu lihat cermin." Perintah Rendy sambil terus memompaku.
Aku
menatap cermin dan aku bisa melihat ekspresi wajah cantikku yang tampak dilanda
kenikmatan di tubuhku. Aku bisa melihat mataku yang sayu dan bibirku yang
megap-megap berusaha mencari nafas dan melontarkan desahan-desahanku. "
Apa
yang kamu lihat di cermin itu?" tanyanya
"Erina..
aakh.. Erina jadi.. pengantin.. Rendy.. auuhh.." jawabku terbata-bata.
"Oh
ya? Apa yang sedang dilakukan Erina, pengantin Rendy itu?"
"Oohh..
Erina.. Erina sedang disetubuhi.. aww.. Rendy.. ahh.."
"Bagaimana
menurutmu, penampilanmu sekarang?"
"Erina..
Erina jadi.. aww.. cantik sekali.. Erina.. suka.. gaun Erina.. juga.. ahh..
indah.."
"Erina
senang tidak jadi pengantin?" ujar Rendy.
Aku
hanya menganggukkan kepalaku merespon pertanyaan Rendy karena mulutku sekarang
sedang sibuk mendesah penuh kenikmatan. Memang dengan penampilanku sebagai
pengantin saat ini, aku tampak cantik sekali. Saat aku melihat wajah cantikku
itu tampak dikuasai oleh gairah seksualku, entah kenapa aku semakin terangsang.
Apalagi saat aku melihat diriku yang sedang disetubuhi dari belakang oleh
Rendy, dalam balutan busana pengantinku yang indah, gairah seksualku semakin
meningkat drastis.
"Oouch..
ahhh..aww.." aku berusaha menggapai orgasmeku, namun Rendy malah berusaha
bertahan agar aku tidak mencapai orgasmeku dengan cepat. Sesekali gerakannya
dipercepat, namun saat merasakan aku akan mencapai orgasmeku, ia segera
menghentikan serangan penisnya di vaginaku. Akibatnya siksaan orgasmeku semakin
mendera tubuhku.
"Rendyy..
kamu jahaat.. auuch.. kakak mau orgasmee..hyaah.." aku memprotes perlakuan
Rendy padaku.
"Iyaa..
soalnya Erina kan sudah orgasme dua kali! Rendy juga mau!" balasnya.
Memang
benar, dari tadi Rendy terus memberi pelayanan yang membuatku mencapai orgasme
dua kali, namun dia sendiri hanya sekali berejakulasi dalam mulutku. Tiba-tiba,
Rendy menghentikan gerakannya, sehingga aku mendesah tertahan sejenak. Aku
cemas karena tampaknya Rendy tidak berminat lagi meneruskan pompaannya.
"Sekarang,
giliran Erina yang gerak, ya?" pinta Rendy yang segera kurespon dengan
senang hati.
Goyangan maju-mundur pantatku pun menjemput
dan mempermainkan penisnya dalam vaginaku. Aku merasa lega karena setidaknya
vaginaku masih bisa merasakan kenikmatan dari persetubuhanku dengan Rendy.
"Erina,
ayo lihat cerminnya lebih dekat!" kembali aku menuruti perintah Rendy.
Wajahku kudekatkan pada cermin itu sehingga cermin itu mengembun akibat
hembusan nafasku. Aku bisa melihat pantatku yang kini bergerak maju-mundur dan
ekspresi nikmat di wajah Rendy.
"Erina
suka lihat cerminnya?"
"Iyaa..
wajah Erina cantiik.. eeghh.. dan nakaal.."
"Jadi,
Erina cewek yang nakal yaa?" tanyanya sedikit menggodaku sambil
menghentakkan penisnya secara tiba-tiba di vaginaku.
"Aww..
iyaa.. Erina memang nakaal.." celotehku tanpa pikir panjang.
"Bagaimana,
rasanya enak tidak dientot, Erina?"
"Mmm..
aah..enaak.. nikmaaat.. Erina sukaa.." "Kalau begitu, boleh kan kalau
Rendy mengentoti Erina lagi?" selorohnya.
"Boleeh..
Erina.. auuh.. boleh dientot Rendy.. kapaan saja.. Erina kan.. sudah jadi..
pengantin Rendy.. oh.." jawabku yang sekarang sudah sepenuhnya takluk oleh
Rendy.
"Kalau
begitu, Erina tidak boleh selingkuh dengan orang lain ya?"
"Iyaa..
ooh.. Rendy sayaang.. Erina cuma mau dientot Rendy sajaa.. nggak mau sama cowok
laiin.." secara otomatis aku menyatakan kesetiaanku pada Rendy.
Rendy
terus mempermainkan mentalku sambil mempermalukanku. Anehnya, dipermalukan
sedemikian rupa, malah semakin merangsangku dan aku semakin mempercepat gerakan
pantatku walaupun sendi-sendi paha dan pinggangku terasa ngilu akibat
kelelahan. Akhirnya Rendy mencengkeram pinggulku dan menghentikan pergerakanku.
"Rendyy..
kenapaa?" tanyaku penuh kekecewaan.
"Sekarang
giliranku ya, Erina?" aku hanya mengangguk pelan mengiyakan permintaan
Rendy.
Ada
untungnya juga bagiku karena tubuhku sudah amat lelah dan aku juga merasa aku
tidak bisa melanjutkan gerakanku lebih lama lagi. Rendy kembali menggerakkan
pinggulku maju-mundur dengan cepat sehingga aku semakin kewalahan. Dengan
nakalnya, Rendy melesakkan jari telunjuknya kedalam lubang pantatku. Tidak
seperti tadi, anusku yang sekarang sudah amat becek akibat lelehan cairan
cintaku yang sekarang juga meluber ke anusku. Lubang pantatku dengan mudahnya
menelan jari telunjuk Rendy sehingga kembali rasa perih yang sedikit nikmat
melanda anusku. Jari telunjuk itu lalu digerakkan seirama dengan gerakan
penisnya di vaginaku sehingga aku semakin tenggelam dalam kenikmatanku.
Desahan-desahanku semakin keras karena sensasi di selangkanganku saat ini dimana
penis Rendy masih terbenam dalam vaginaku, sementara jari telunjuknya
berputar-putar menjelajahi isi pantatku apalagi saat jarinya mempermainkan
saraf di sekitar lubang pantatku. Saat aku mengejan, Rendy malah semakin
memasukkan jarinya lebih dalam kedalam pantatku sehingga sensasi rasa geli dan
sakit di anusku kian menjadi. Aku semakin kewalahan dengan rasa nikmat yang
datang menguasai tubuhku apalagi aku bisa merasakan otot-otot tubuhku yang
menegang lebih keras dari sebelumnya, aku mengepalkan tanganku dengan keras
menahan desakan dari dalam tubuhku. Namun sekuat-kuatnya aku berusaha menahan
diri, akhirnya pertahananku runtuh juga.
"Ahhk..
aah.. AKHHH!!!" dengan diiringi teriakanku, orgasmeku kembali meledak. Aku
merasakan vaginaku berdenyut keras seolah menyempit dan penis Rendy semakin
terjepit erat di dinding kewanitaanku. Tubuhku langsung dialiri oleh ledakan
rasa nikmat dan kelegaan yang luar biasa.
"OOKH..
Erinaa.." Merasakan sensasi jepitan vaginaku saat orgasme, Rendy akhirnya
tidak bisa menahan dirinya.
Sekali
lagi dihentakkannya penisnya sekeras mungkin kedalam vaginaku dan saat itu pula
aku merasakan cairan hangat menyembur dari penis Rendy memenuhi rahimku. Rendy
pun mencabut jarinya dari lubang pantatku sebelum menarik penisnya keluar dari
vaginaku setelah spermanya telah tertuang sepenuhnya kedalam rahimku. Aku tidak
tahan lagi melawan rasa lelah tubuhku. Setelah mencapai orgasmeku itu tubuhku
serasa kehilangan seluruh tenagaku. Aku pun jatuh lunglai tanpa tenaga di
lantai kamar bu Diana. Rendy menghampiriku yang masih tergeletak lelah dan
mencium bibirku sekali lagi dengan lembut sambil melumat bibirku. Aku
menggerakkan bibirku membalas kecupan Rendy dengan pelan sebelum rasa lelah
mengalahkanku sehingga aku pun tertidur kelelahan. Aku terbangun saat kurasakan
sentuhan lembut di pipiku. Saat aku membuka mataku, aku melihat Rendy sedang
duduk disampingku yang kini terbaring di ranjang bu Diana. Aku masih berbusana
pengantin lengkap seperti sebelumnya. Melihatku yang terbangun, Rendy segera
membelai kepalaku dengan penuh kasih sayang. Aku merasa terkesan dengan
perhatiannya, belaiannya terasa lembut melindungiku seolah menjawab perasaanku
sebagai seorang wanita yang ingin dilindungi dan diperhatikan oleh seorang
kekasih. Akhirnya kusadari kalau aku telah jatuh cinta pada Rendy. Walaupun
bisa disebut sebagai cinta terlarang antara guru dan murid, namun bagiku hal
itu sekarang bukan lagi hambatan bagiku. Aku hanya ingin agar bisa bersama
dengan Rendy selama mungkin. Lagipula, dialah yang telah membuatku menjadi
pengantinnya dan merenggut keperawananku yang tadinya kujaga dengan baik demi
calon suamiku dimasa depan. Jadi, wajar saja kalau dia berhak menerima cintaku.
"Erina,
kamu akhirnya bangun juga.." panggil Rendy pelan.
"Ya,
sayang.." jawabku manja sambil melihat wajahnya.
"Kamu
suka tidak sama Rendy?" tanyanya dengan mimik cemas.
“Erina
cinta Rendy kok! Erina mau jadi pengantin Rendy selamanya!" jawabku
mantap.
"Benar?"
tanyanya dengan ragu.
"Iyaa..
kan Erina sudah jadi pengantin Rendy? Niih lihaat!" jawabku nakal sambil
memamerkan gaun pengantinku.
Rendy
tersenyum melihat tingkahku itu dan ia segera mencium bibirku. Sekali lagi kami
berciuman diatas ranjang itu dan kali ini, tidak ada paksaan atas diriku untuk
memadu kasih dengan Rendy. Perasaanku terhadap Rendy telah berubah seluruhnya
menjadi perasaan cinta sepenuh hatiku. Sekarang aku adalah seorang pengantin
wanita bagi seorang lelaki yang telah berhasil menaklukkan hatiku dengan
kehebatannya bercinta denganku. Rendy juga tampak bahagia karena berhasil
menjadikanku sebagai kekasih hidupnya. Ya, sekarang aku telah menjadi pengantin
muridku, Rendy!